KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, tugas ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.
Dengan membuat tugas ini kami
diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Pendidikan kewenegaraan yang
berkembang di Jakarta&sekitarnya, yang merupakan ibu kota di Indonesia dan
seringkali luput dari pengamatan kita sebagai masyarakat Indonesia.
BAB
I
PENGANTAR
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Latar Belakang Pendidikan
Kewarganegaraan
.Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai
sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan
dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai
hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan
tuntutan yang berbeda sesuai dengan jamannya.
Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh
Bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai–nilai perjuangan
bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan
nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan.
Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu
mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam wadah Nusantara.
Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada
kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan
serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan
untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai–
nilai perjuangan Bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus
dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain itu
nilai–nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan
setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta terbukti keandalannya.
Tetapi nilai–nilai perjuangan itu kini telah mengalami pasang surut
sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami
penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh
pengaruh globalisasi.
BAB VII
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM
MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengertian Paradigma
Istilah
paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu
pengetahuan.
Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut
dalam
dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam
bukunya yang
berjudul
“The Structure Of Scientific Revolution”, paradigma adalah
suatu
asumsi-asumsi
dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai)
sehingga
merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu
pengetahuan
itu sendiri.
Dalam
ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu
hasil
penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji
manusia
dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur,
korelatif
dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara
epistemologis
hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan
yaitu
manusia.
Dalam
masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi
terminologi
yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi
dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu perkembangan, perubahan
serta
proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan,
reformasi
maupun dalam pendidikan.
B.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Tujuan
negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai
berikut “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia”
hal ini merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan
“Memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini
merupakan
tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai
tujuan
khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah
“ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian
abadi dan keadilan sosial”.
Secara
filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek
pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai
Pancasila.
Karena nilai-nilai Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis
manusia
sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek
pendukung
negara. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi
susunan
kodrat manusia, terdiri rokhani
(jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat
manusia
terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan
kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan makhluk Tuhan YME.